Irasshaimase di Pekanbaru HokBen!

Sebagai pencinta kuliner, Pekanbaru saya rasa adalah tempat yang tepat untuk memanjakan perut di tengah menjamurnya industri kuliner di Kota Metropolitan ini. Hampir di setiap sudut kota Pekanbaru dijejali oleh tempat makan yang menawarkan cita rasa yang beraneka ragam. Ditengah keberagaman itu pula, saat ini pun sudah banyak brand-brand terkenal, baik itu brand luar maupun brand lokal hadir menyambangi kota Pekanbaru.

Nah, pada penghujung Januari lalu, saya dan teman-teman Blogger Pekanbaru berkesempatan menghadiri undangan grand opening gerai barunya HokBen di Ground Floor Living World Pekanbaru. Pekanbaru sendiri merupakan gerai ke 170 yang tersebar di seluruh Indonesia dan gerai keempat yang hadir di wilayah Sumatera. Sedikit mengulas sejarah HokBen yang berdiri sejak tahun 1985, HokBen berdiri pertama kali di Jakarta dengan nama Hoka-Hoka Bento hingga saat ini telah berganti nama, HokBen masih menjadi makanan unggulan dan dicari-cari oleh customer.

Sebagai restoran cepat saji yang mengusung konsep Japanese Food, HokBen tidak kalah saing dengan kompetitor yang mulai ramai dengan konsep serupa. Tidak heran, karena HokBen menyajikan makanan bergaya Jepang yang variatif, higienis, harga yang relatif terjangkau serta suasana yang nyaman. Dengan hadirnya HokBen ini tentu saja menjawab harapan warga Pekanbaru yang sudah sejak lama menantikan kehadiran kuliner ini di Kota Pekanbaru.

Sejalan dengan visi HokBen : “Bring goodness to nourish people’s life through creating and providing food with intregity” yang artinya Membawa kebaikan untuk memelihara kehidupan masyarakat dengan menciptakan dan menyediakan makanan yang berintegritas. HokBen telah tersertifikasi Jaminan Halal dari MUI dan mulai 1 Agustus 2019 lalu HokBen menjalankan kampanye lingkungan yakni #UselessPlastic. Kampanye ini bertujuan mengajak konsumen untuk menjaga lingkungan dari limbah sampah plastik sekali pakai dengan cara menggunakan kotak makan/tumbler sendiri untuk Take Away, tidak menyediakan sedotan dan juga tidak menyediakan kantong plastik. Tapi, selama masih tahap uji coba, untuk beberapa waktu HokBen Pekanbaru masih melayani Take Away bagi teman-teman yang tidak membawa kotak makan. Wah respect nih sama gerakan #UselessPlastic nya HokBen.

Selain peduli dengan kelestarian lingkungan, HokBen juga concern terhadap pendidikan. Gerakan tersebut disalurkan melalui program Pilar CSR HokBen, yakni pemberian beasiswa kepada anak-anak petani binaan supplier sayur HokBen sejak tahun 2012. Selain itu, beasiswa juga diberikan kepada anak karyawan HokBen yang berprestasi yang telah dimulai sejak tahun 2004. Pemberian beasiswa ini bertujuan memberikan sinergi yang positif antara anak penerima beasiswa, orangtua (karyawan), serta Perusahaan dalam menyukseskan pendidikan di Indonesia.

Lidah saya seakan sudah meronta-ronta ingin segera mencicip setiap menu HokBen, saya memesan Bento Special 1; Paket 1 box bento dengan komposisi : Nasi, Salad, Chicken Teriyaki, Tori No Teba dan Ebi Furai ditambah 1 mangkok Chicken Tofu dan segelas fresh lemon tea. Tidak butuh waktu lama, semua hidangan sudah saya habiskan hanya dalam hitungan menit. Saya amat sangat jatuh cinta sama nasi nya yang pulen, lembut dan gurih. Sedikit tips jika teman-teman ingin mencicipi kelezatan cita rasa HokBen, saya sarankan untuk disantap saat makanan panas untuk mendapatkan kualitas rasa yang maksimal. Nama Hoka Hoka Bento sendiri berasal dari bahasa Jepang yang berarti “Makanan hangat dalam boks”. Hoka Hoka Bento disimbolkan sebagai sepasang anak yang bersahabat. Yang lelaki bernama Taro dan yang perempuan bernama Hanako. Taro adalah anak laki-laki yang ramah dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ia suka dengan hal yang berbentuk petualangan dan mengeksplor tempat-tempat baru untuk dikunjungi. Sedangkan Hanako, adalah anak perempuan yang pendiam, rajin serta patuh dan taat dengan aturan. Hanako juga seorang anak yang sangat peduli dengan temannya, yaitu Taro. Mereka selalu bermain dan berpetualang bersama dan mencari tahu berbagai tempat baru.

Selepas bersantap, Ibu Kartina Mangisi selaku Communications Manager menjelaskan kilas balik perjalanan HokBen sejak didirikan hingga akhirnya bisa hadir menyambangi Kota Pekanbaru. Dilanjutkan dengan perkenalan dengan Store Manager nya HokBen Bpk. Waluyo dan Wakil Direktur Operasional PT. Eka Bogainti, Bpk. Sugiri Wilim. Di akhiri dengan foto bersama.

Solo Bacpacking ke Kamboja

Pengalaman traveling di setiap negara itu selalu memiliki cerita yang berbeda. Kali ini saya mau cerita tentang sepenggal kisah perjalanan saya cross border dari Kota Ho Chi Minh City, Vietnam ke Negara tetangganya Kamboja, satu dari enam Negara ASEAN yang saya kunjungi.

Menempuh perjalanan darat kurang lebih selama enam jam dengan bus yang tiketnya sudah saya pesan satu hari sebelum keberangkatan. Tepat pukul 09.45 bus melaju membawa penumpang. Semua kursi terisi. Saya duduk tepat di kursi barisan paling belakang. Di sebelah kiri saya duduk sepasang bule, entah dari negara mana, dari logat dan bahasanya saya pikir mereka orang spanyol. Lalu di bagian tepi seorang bule dengan kaos tipis dan short pant nya yang tidak terlalu banyak berbicara, asyik dengan musik melalui earphone terpasang di telinga. Tepat di sebelah saya, di pinggir jendela, seorang bule jangkung memakai setelan kemeja dan jeans, penumpang yang masuk terakhir. Entah dari mana si bule ini tau saya orang Indonesia, ketika saya memberikan jalan untuk ke tempat duduknya dia mengucapkan terima kasih. Saya pun sontak terheran dan langsung bertanya, “Can you speak Bahasa?”. Dia pun menjawab dengan logat yang aneh “Sedikit”. “Where are you from?” Tanya saya kembali. “From Germany”. Saya sempat berpikir lama, kenapa si bule Jerman ini tau kalau saya orang Indonesia. Wah misteri nih!

Setelah hampir empat jam perjalanan, bus tiba di border atau perbatasan meninggalkan negara Vietnam untuk proses imigrasi. Proses imigrasi terbilang cukup cepat dan tidak terlalu ketat. Setelah melewati proses imigrasi kami kembali menaiki bus untuk border selanjutnya memasuki negara Kamboja. Uniknya, kita tidak perlu berhadapan dengan petugas imigrasi untuk stempel paspor. Secara kolektif kernet bus mengumpulkan semua paspor penumpang dan diletakkan di meja petugas. Penumpang tidak perlu antre, cukup menunggu di depan pos imigrasi sampai semua paspor selesai distempel.

Selesai dengan segala urusan imigrasi, tidak jauh dari border land Kamboja, bus melipir ke sebuah restoran. Perut saya yang sedari tadi keroncongan cuma diganjal roti bekal dari bus, seperti meronta ingin mengenyam nasi. Saya awalnya sempat kebingungan, belum sempat ke money changer nukarin sisa Vietnam Dong saya ke Riel Cambodia. Tapi ternyata restoran ini menerima tiga mata uang untuk pembayaran, VND – mata uang Vietnam, Riel Cambodia – mata uang nasional Kamboja dan USD – Dollar Amerika Serikat. Sayapun memesan makanan sesuai dengan sisa Dong Vietnam di dompet. Sepiring nasi putih dan satu potong ayam lengkap dengan sayuran.

Sesuai arahan kernet bus, jatah waktu untuk makan siang dan ke toilet yang cuma setengah jam sudah berlalu. Kamipun bergegas kembali ke bus untuk melanjutkan perjalanan.

Memasuki negara Kamboja, kanan kiri jalan terdapat bangunan-bangunan mencolok ditengah gersang dan berdebunya jalanan di Kamboja. Bangunan tersebut adalah Casino tempat pusat perjudiannya orang Kamboja dan Vietnam. Menurut artikel yang saya baca, karena di Vietnam tidak diizinkan adanya kasino, maka Kamboja memfasilitasinya sebagai sumber pendapatan pajak untuk negara ini.

Dua jam berselang menyusuri jalanan yang sebagian masih jalanan tanah dan berdebu, kami memasuki Kota Phnom Penh. Terlihat dari bangunan-bangunan penduduknya, kehidupan masyarakat disini tidak terlalu makmur. Hanya beberapa terlihat bangunan pencakar langit ditengah ibukota.

Sesampainya di stasiun bus, saya pun berjalan menuju hotel yang sengaja saya pesan dekat dengan perhentian bus. Encounting aja sih, gak mau repot-repot nyari-nyari taksi atau ojek karena bakalan sampai sore menjelang malam. Hotel budget yang cukup nyaman, namanya Eightyeight Backpacker tepat di belakang stasiun bus. Saya pesan kamar tidur Pod. Suerr sangat nyaman, karena juga tersedia colokan dan mini-aircond.

Esoknya, setelah pulih dari lelah di perjalanan. Saya mengandalkan gawai saya untuk melihat maps sebagai direktori untuk eksploring kota Phnom Penh, Kamboja. Phnom Penh sebagai ibukota Negaranya memiliki vibes serupa dengan Thailand. Tidak heran sih, sebagai negara yang berada di kawasan Indochina dan berbatasan dengan Thailand, kultur dan bahasa kedua negara ini sangat mirip.

Namun, tidak seperti negara tetangganya Thailand yang negaranya tidak pernah dijajah asing, Kamboja memiliki segudang cerita tragedi sebelum akhirnya merdeka pada tahun 1953, delapan tahun berselang setelah negara kita Indonesia merdeka. Hampir satu abad dijajah oleh Perancis, negara ini juga menyimpan catatan sejarah yang sangat pilu. Kamboja pernah dipimpin oleh rezim yang sangat kejam, rezim Pol Pot dan Khmer Merah. Hampir seperempat penduduk Kamboja dibantai dan orang-orang yang menentang pemerintahannya disiksa dan kemudian dibunuh. Saya sempat mengunjungi Museum Genosida Tuol Sleng yang menjadi saksi bisu kekejaman rezim Pol Pot. Museum ini dulunya adalah penjara rahasia, selama kurun waktu 1975 hingga tahun 1979, sekitar 15.000 orang telah ditahan, disiksa secara keji dan dibunuh di penjara ini. Memasuki setiap ruangan membuat saya bergidik membaca catatan sejarah yang sangat memilukan ini. Banyak juga saya jumpai turis yang tidak bisa membendung airmatanya mendengar sejarah kelam dari rekaman audio yang disediakan oleh pihak museum.

Tidak ingin berlarut tenggelam dalam genangan sejarah berdarah Kamboja, negara ini juga memiliki keeksotikan tersendiri dengan warisan budayanya. Di negara ini berdiri kokoh sebuah kuil yang berusia 1.000 tahun dan menjadi salah satu 7 keajaiban dunia, Angkor Wat yang terletak di Siem Reap, Kamboja. Sayangnya, karena waktu yang terbatas dan fulus yang juga terbatas saya tidak berkunjung ke tempat yang pernah jadi lokasi syuting film Tomb Rider, Angelina Jolie ini. Tidak kalah seru, keliling kota Phnom Penh dengan Tuk Tuk yang menjadi transportasi di kota ini juga menyenangkan, saya mengunjungi; Royal Palace, Ounnalom Pagoda, Wat Phnom, Central Market dan diakhiri dengan berburu makanan di Phnom Penh Night Market.

Tertarik berkunjung ke Kamboja?

Solo Traveling ke Tiga Negara Asia; Vietnam, Kamboja & Singapura

Jujur, perjalanan kali ini impulsif banget. Tidak pernah terlintas sekalipun akan traveling ke Negara yang merupakan bagian dari Negara Indochina ini. Berbekal tiket promo yang saya dapatkan beberapa bulan lalu, menjadi awal petualanganku di saat kondisi tabungan sedang menipis pis pis, disaat pengeluaran berpacu dengan pemasukan rasanya challenging banget, gimana mengakali agar perjalanan ini tidak membuat saya jadi gembel sepulangnya. Nge-press budget dengan semaksimal mungkin adalah sebuah kemahiran yang wajib dimiliki traveler kere seperti saya.

Butuh beberapa minggu arrange itinerary agar perjalanan ini lebih terarah, dimulai dari booking hotel, transportasi selama disana, rute perjalanan, tempat makan, bus dari bandara ke kota, booking tiket bus untuk cross border, bahkan hingga ke hal receh seperti beli SIM card apa dan dimana yang udah saya googling sebelumnya di beberapa artikel pun saya cantumkan di dalam itinerary. Seniat itu emang guys!

Perjalanan dimulai.

Meski asap tebal masih menyelimuti Pekanbaru kala itu, namun alhamdulillah flight saya tetap on schedule meskipun mostly penerbangan lain ada yang delay bahkan cancel flight. Tepat pukul dua siang pesawat mendarat di Changi Airport. Tengah hari, waktunya mengisi kampung tengah, dengan sisa deposit kartu ezlink saya menaiki MRT meluncur menuju Bugis untuk makan siang di restoran favorit saya dan sholat di Masjid Sultan. Menjelang sore, saya menghabiskan waktu menikmati landscape kota Singapura di Marina Bay Sands lalu kembali ke Bandara Changi untuk penerbangan saya berikutnya ke Ho Chi Minh City.

Karena penerbangan early morning dari Singapura menuju HCMC pukul tujuh pagi, saya memutuskan untuk bermalam di Bandara. Suerr deh, Changi Airport emang bandara ramah turis. Meskipun ngemper di sudut dan kolong-kolong, tapi tetap nyaman kok. Didukung wifi yang super kencang, kursi pijit, mau makan tinggal beli mie cup seduh di minimarket, mau minum tinggal refill.

Pagipun menjelang, penerbangan selama dua jam sepuluh menit dari Singapura menuju HCMC alhamdulillah lancar jaya hingga mendarat di Bandara Long Thanh International Airport. Untuk transportasi menuju kota, saya memilih manaiki bus dengan biaya cuma 5.000 dong vietnam atau sekitar 3.000 rupiah saja. Di perjalanan, saya berkenalan dengan seseorang, Chinese Singapura sepertinya, namanya Matte. Dia bertanya apakah saya juga menuju Ben Tanh Market, karena kebetulan hotel tempat saya menginap berada tidak jauh dari Ben Tanh Market kamipun turun di halte yang sama. Sesampainya di Ben Tanh Market, Matte sebenarnya menawarkan untuk nongkrong di salah satu cafe, namun karena saya sudah terlalu lelah terpaksa menolak ajakan si Matte dan langsung bergegas menuju hotel.

By the way, saya sengaja memilih hotel di dekat keramaian di kawasan Ben Tanh Market karena menurut desas desusnya Vietnam salah satu destinasi wisata yang rawan skaming. Hotelnya cukup murah dan nyaman. Tepat di sebelah hotel ada minimarket yang menjual kopi vietnam, langsung gercep nyobain dan rasanyaaaa… hmmm… rasa kopi gaess! I am not coffee addict!

Dua hari menjelajah kota HCMC saya sudah bisa merasakan kesan dan keunikan kota ini. Sebagai negara bekas jajahan Perancis, terlihat beberapa arsitektur bangunan di kota ini masih terpengaruh oleh arsitektur eropa bahkan bangunan-bangunan kuno pun masih berdiri kokoh. Hal unik lainnya, jika kamu berkunjung ke kota HCMC kamu akan melihat banyak sekali pengendara motor dengan helm batok kelapa-nya seliweran di jalanan ketimbang pengendara mobil.

Usai eksploring kota HCMC, hari berikutnya saya mengunjungi negara tetangganya Vietnam, Kamboja, lewat jalur darat. Menempuh perjalanan selama kurang lebih delapan jam bus melaju menyusuri jalanan yang terlihat gersang kiri dan kanan. Jalanannya juga tidak terlalu bagus, sebagianpun masih jalanan tanah tanpa aspal.

Menariknya, ketika cross border di perbatasan, tidak seperti custom protection pada umumnya, kita tidak akan ditanyi petugas imigrasi. Paspor cukup kita letakkan di meja officernya lalu di stempel menurut antrian dari ratusan pasor yang bertumpuk. Nah, jika berkunjung dengan naik bus seperti saya, tidak perlu repot urusan imigrasi, petugas bus akan mengumpulkan semua paspor penumpang lalu tumpukan paspor diletakkan di meja officer, penumpang cukup menunggu di belakang meja officer dan menunjukkan paspor yang telah distempel ke petugas di pintu keluar.

Hari sudah gelap ketika bus tiba memasuki kota Phnom Penh, Kamboja. Dari perhentian bus saya berjalan kaki menuju hotel yang sengaja saya pesan berdekatan dengan stasiun bus agar tidak repot-repot memesan taksi atau naik ojek.

Kamboja adalah negara yang mirip-mirip dengan Thailand menurut saya. Mulai dari bahasanya, bangunannya, banyak sekali situs-situs sejarah yang menyerupai temple-temple tempat beribadah di Thailand. Tidak banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi di kota Phnom Penh selain Grand Palace dan temple-temple nya. Awalnya saya ingin mengunjungi Siem Reap melihat keindahan Wat Angkor yang pernah menjadi bagian tujuh keajaiban dunia. Tapi karena waktu yang terbatas dan pundi-pundi rupiah yang sangat terbatas akhirnya saya mengurungkan niat itu hanya keliling di sekitar kota.

Hari esoknya, saya kembali ke kota HCMC, Vietnam untuk melanjutkan penerbangan kembali ke Pekanbaru. Tidak terasa liburan pun usai. Next, saya akan ulas mengenai biaya-biaya, mulai dari tiket pesawat, hotel, bus dan makan selama di tiga negara ini. So stay stune gaess!!!!

Menjadi Bagian Dari Ekosistem

Berbicara mengenai hutan, hutan sudah menjadi bagian dari masa kecil saya ketika masih tinggal di sebuah perkampungan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Menyelam kembali ruang ingatan, saya masih ingat betul bagaimana hutan menjadi penopang hidup sebagian besar masyarakat di kampung. Tidak terkecuali kakek dan nenek saya yang saban hari keluar masuk rimba. Ya, tepat di belakang rumah terdapat hutan rawa yang apabila air sungai sedang surut, mereka akan lebih banyak melakukan aktivitas di dalam hutan. Entah itu mencari kayu bakar untuk dipakai sehari-hari ataupun dimanfaatkan sebagian orang untuk dijual. Sesekali saya dan adik diajak menyusuri hutan bersama nenek saya dan beberapa ibu-ibu untuk mencari kayu bakar. Dengan menggunakan alas kain yang dililit di atas kepala (Orang kampung menyebutnya Tengkuluk) para ibu-ibu ini memikul kayu bakar yang sudah diikat dengan rotan dan memikulnya di atas kepala untuk dibawa ke rumah.

Tidak hanya itu, kayu-kayu di hutan juga dimanfaatkan untuk membuat sampan. Dengan menggunakan peralatan seadanya ; Gergaji, ketam, paku dan getah damar, kakek saya juga ulung mengolah kayu-kayu tersebut menjadi sampan yang digunakan untuk menangkap ikan apabila air sungai sedang pasang.

——————————————————-

Beberapa waktu lalu, saya mengikuti acara Forest Talk with Blogger Pekanbaru yang digagas oleh Yayasan Doktor Sjahrir dan Climate Reality Indonesia di Hotel Grand Zuri Pekanbaru, Sabtu, 20 Juli 2019 dengan mengusung tema “Menuju Pengelolaan Hutan Lestari”. Kota Pekanbaru merupakan kota keempat yang disambangi setelah empat kota lainnya; Jakarta, Palembang dan Pontianak.

Ibu Amanda Katili Niode selaku Manager Climate Reality Indonesia

Saya dibuat tercengang dengan fakta-fakta kondisi lingkungan yang dipaparkan oleh Narasumber. Potret hutan di Indonesia ternyata tidak seindah dalam bayangan saya.

“Selamatkan Bumi yang Sekarat”

Sebait kalimat dari Ibu Amanda Katili Niode selaku Manager Climate Reality Indonesia mengawali materi forest talk pada pagi itu. Terdengar menakutkan memang, namun kalimat tersebut terdengar lebih masuk akal melihat kondisi alam kita saat ini. Isu perubahan iklim di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Indonesia ternyata menjadi salah satu negara yang berkontribusi besar menyumbangkan emisi karbon (CO2) bagi pemanasan global.

Penyebab Pemanasan Global

Yang lebih ironi lagi, hutan yang berfungsi menyediakan oksigen bagi manusia dan penyerapan karbondioksida justru semakin terkikis keberadaannya. Tingginya deforestasi dan degradasi hutan menjadikan kualitas udara semakin memburuk akibat menurunnya penyerapan karbondioksida di udara.

Artikel Akibat Perusakan Hutan

Dibuka dengan rentetan artikel yang bercerita mengenai dampak dari perusakan hutan Dr. Atiek Widayati selaku perwakilan dari Tropenbos Indonesia melanjutkan sesi Forest Talk pagi itu dan semakin menambah kekhawatiran saya melihat kondisi hutan di negara kita saat ini.

Dr. Atiek Widayati selaku perwakilan dari Tropenbos Indonesia

Grafik Laju Deforestasi Indonesia

Tidak hanya sebatas pemaparan materi saja, kami juga diajak berkunjung ke sebuah desa yang berada di areal konsesi PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI), yaitu Desa Makmur Peduli Api (DMPA) di Desa Batu Gajah, Kecamatan Tapung, Kampar.

Menempuh perjalanan kurang lebih dua jam dari Kota Pekanbaru, dua bus melaju membawa rombongan kami menuju Desa Batu Gajah. Melewati jalan beraspal dan masuk ke jalan tanah areal konsesi PT PSPI yang merupakan mitra pemasok kayu Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Arara Abadi untuk bahan baku pabrik kertas Asia Pulp & Paper–Sinar Mas Forestry Region Riau.

Melewati sela-sela areal perkebunan yang ditanami dengan pohon akasia dan pohon eucalyptus yang menjulang tinggi saya terkesan kali pertama melihat secara langsung bagaimana penampakan perkebunan dua tanaman utama bahan baku pulp dan kertas yang dikelola oleh PT PSPI. What a good experience!

Sampai di tengah areal perkebunan, bus kami menepi di sebuah rumah kecil dengan sekumpulan warga yang sudah menunggu ketibaan rombongan kami. Bertepatan dengan jam makan siang, saya dan rombongan beserta warga bersantap makan siang diselingi dengan makanan yang disediakan oleh warga yang berasal dari kebun milik mereka.

Selesai menyantap makan siang kami mendengarkan arahan dan penjelasan dari beberapa perwakilan/ketua dari masing-masih program DMPA itu sendiri serta dari humas PT PSPI. Program DMPA PT PSPI di Desa Batu Gajah sudah masuk tahun ke tiga sejak didirikan pada penghujung tahun 2015.  Dari beberapa program yang sudah dilaksanakan seperti Kelompok Pertanian, Perikanan dan peternakan, yang sudah berhasil salah satunya adalah ternak sapi. Dengan sistem bergulir sapi-sapi ini diternak oleh warga yang ditentukan oleh ketua kelompok program peternakan sapi yang kemudian dilanjutkan ke penerima manfaat berikutnya. Saat ini, dari enam ekor sapi yang diterima sudah berkembang menjadi 18 ekor.

Program ini dilaksanakan dalam rangka memberikan pemahaman dan penyadaran kepada masyarakat di sekitar areal konsesi perusahaan untuk meningkat perekonomian dan pembukaan serta pemanfaatan lahan tidak harus melakukan pembakaran untuk membersihkan lahan milik mereka.

Hal pertama yang rasakan saat melihat langsung bagaimana potret kehidupan masyarakat di tengah areal konsesi tersebut adalah dampak sosial dari kegiatan deforestasi hutan tersebut. Bagaimana interaksi yang terjalin antara pihak perusahaan dengan warga setempat dengan program-program yang telah dibentuk sangat membantu menunjang ekonomi dan kehidupan masyarakat disana.

Sore hari pun menjelang kami pun kembali ke hotel untuk acara penutupan dengan segudang pengalaman dan ilmu yang berharga.

————————————————–

Merangkum dari semua runtutan kegiatan hari itu saya tersadarkan. Bahwa hal penting yang perlu kita ketahui adalah paradigma kita untuk lebih memahami dan mengenal alam. Karena kita adalah BAGIAN DARI EKOSISTEM yang saling berhubungan satu sama lain. Manusia dan alam adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, manusia perlu mahluk hidup lain termasuk tumbuh-tumbuhan untuk kelangsungan hidup. Untuk bernafas, keberlangsungan ekonomi serta fungsi penting lainnya.

Hanya sesederhana itu kita perlu memahami dan membaca tanda-tanda apa yang alam telah bisikkan kepada kita. Banjir, longsor, pencemaran udara/kabut asap, bahkan udara yang kita hirup setiap detikpun perlu campur tangan hutan di dalamnya. Mari kita jaga hutan kita untuk menyeimbangi apa yang alam telah beri untuk kita. Lestarikan hutan untuk diwariskan ke generasi kita berikutnya di masa depan.

Terima kasih kepada Yayasan Doktor Sjahrir dan Climate Reality Indonesia yang telah menyelenggarakan kegiatan yang sangat keren ini. Terima kasih telah bergerak membantu membenahi pengelolaan lingkungan di negara ini. Terima kasih untuk sehari yang penuh makna yang telah menjembatani kami mencintai alam. Terima kasih untuk souvenirnya, keripiknya enak dan gurih semua.

Jalan-jalan ke Ulu Kasok Naik DAMRI

Minggu (29/4/2018) lalu me and the gang melakukan short trip ke replika raja ampat versi Sumatera yang konon katanya keindahan dan keasriannya tidak kalah keren dengan raja ampat yang berada di Papua. Berbekal keingintahuan tersebutlah menyulutkan niat saya berkunjung ke tempat yang sudah menjadi primadona dan digadang-gadang menjadi the most visited places of the year di Riau. Prok prok prok… (Applause)

Sebenarnya bukan hanya rasa penasaran seberapa menariknya tempat ini yang nge-trigger saya untuk berkunjung setelah manusia-manusia di sosial media mengumbar-umbar pesona keindahan alam di tempat ini. Hanya saja tak mau dicap norak dan katrok karena kredibilitas saya sebagai pengikut tren masa kini dan disebut manusia ketinggalan zaman kalau belum check-in ke tempat yang lagi hits ini. Manusia kan suka gitu, suka mencela “Ah payah lu, masa’ kesitu aja belum pernah!” dan bla bla bla. Padahal jika dihitung jarak, sebenarnya dari tempat tinggal saya ngesot sepersekian menit pun sampai, sangking dekatnya (Ini lebay sih).

Saya merasa cukup tau diri dengan kemampuan kaki saya untuk mendaki medan yang akan dilalui untuk sampai ke puncak Ulu Kasok ini, belum lagi sengatan panasnya matahari yang menerpa. Namun, tak lantas menyurutkan niat saya untuk tetap istiqomah dengan niat awal saya exploring tempat ini. You know so well lah, berapa derajat tingkat kemiringan track menuju puncaknya. Ditengah ngos-ngosan nafas saya yang berpacu dengan tetesan peluh yang mengucur, akhirnya saya belajar satu hal “Saya bukan anak gunung” karena salah satu hal yang paling tidak saya sukai adalah mendaki. Caphek coy! Gua anak pantai sih! Shantaayy… Ckckck

Anyways, mungkin saya adalah orang kesekian ribu yang baru saja menjejakkan kaki di tempat ini, jadi saya gak akan bercerita banyak tentang seluk beluk keindahan panorama disana serta spot-spot apa saja yang tersedia untuk swafoto. Karena sudah banyak travel blogger ataupun artikel yang menyajikan informasi yang lebih lengkap tentang Ulu Kasok ini. Saya justru ingin sekedar berbagi informasi tentang salah satu transportasi alternatif bagi pengunjung yang ingin merasakan sensasi menggunakan transportasi umum menuju tempat wisata yang ada di Kabupaten Kampar, Riau ini.

Jadi, awal tahun 2018 lalu Pemerintah Kabupaten Kampar menyediakan 2 unit bus medium yang melayani rute Bangkinang – Candi Muara Takus. Rute ini sebenarnya merupakan pengembangan trayek bus DAMRI rute Bangkinang – Bandara SSK II Pekanbaru yang telah beroperasi sejak pertengahan tahun 2017 lalu.

Karena masih tergolong kendaraan baru, suasana di dalam bus ini cukup nyaman. Dengan kapasitas 18 seat, bus ini juga memiliki AC loh, *adheemmm…* jadi jangan khawatir perjalanan bersenang-senang kamu kacau karena suasana bus yang berdesakan, sumpek dan panas. Worth it deh pokoknya bagi kamu yang tidak ingin berpanas-panasan mengendarai sepeda motor atau tidak mau capek-capek bawa mobil pribadi.

Bus ini berangkat setiap hari kecuali Kamis. Bus Pertama berangkat pukul 09.00 WIB dan Bus Kedua Berangkat pukul 13.00 WIB dari Terminal Bangkinang. Untuk trayek ini tidak menggunakan halte khusus sehingga dapat menaikkan dan menurunkan penumpang di sepanjang jalur yang dilalui. Tarif yang dikenakan sebesar Rp. 10.000,- untuk umum dan Rp. 5.000,- untuk pelajar.

Kami memilih bus dengan jadwal keberangkatan pagi, tepat pukul 09.00 WIB bus berangkat membawa saya dan kawanan menuju Ulu Kasok dari Terminal Bangkinang. Perjalanan yang kurang lebih sekitar 45 menit terasa cukup singkat karena suasana di dalam bus yang cukup nyaman serta obrolan seru yang membuat kami hampir melewati perhentian di Ulu Kasok. *Lah udah sampe aja, kirain jauh… Dalam hatiku berkata.. Haha*

Sesampainya disana, disambut dengan curamnya pendakian yang lagi-lagi membuat saya ketar-ketir. Di pintu masuk sebenarnya juga tersedia ojek yang siap mengantar pengunjung yang tidak mau capek-capek mendaki dengan tarif Rp. 10.000/Orang, namun kami memilih untuk berjalan kaki saja, prinsip budget travel guys!

Cekrek-cekrek di Puncak Ulu Kasok ternyata tanpa sadar membuat kami cukup terlena dengan pesona yang disajikannya. Hamparan gugusan pulau yang terlihat memang menyerupai landscape di Raja Ampat Papua yang cukup memanjakan mata. Perpaduan hijaunya pepohonan, birunya langit dan tenangnya permukaan air danau menjadi corak yang menarik sebagai latar untuk berfoto ria dari berbagai sisi. Ohya, jangan kaget ya kalau ketika bergaya disana kamu akan merasa seperti foto model yang di-shoot oleh beberapa fotografer dadakan yang menawarkan hasil jepretan mereka setelahnya. Kita akan diminta untuk melihat hasil dari bidikan kamera mereka dan kalau dirasa bagus kita cukup membayar Rp.10.000,- untuk 2 file foto dan Rp. 20.000,- untuk print out foto ukuran 10R.

Puas mengabadikan momen di ketinggian ulu kasok dengan viewnya, kamipun turun untuk mengisi bahan bakar manusia alias makan siang yang berada di kawasan ulu kasok tersebut. Melipir ke sebuah kedai kecil dengan hidangan lauk pauk sederhana namun cukup untuk menenangkan naga-naga yang kelaparan di dalam perut.

Kebetulannya, di kedai nasi tersebut adalah pengelola ulu kasok itu sendiri yang juga merupakan pangkalan ojek dan setelah sedikit bertanya kamipun melanjutkan perjalanan ke tempat yang berada tidak jauh dari Ulu Kasok bernama Cubodak Hill dari beberapa pilihan seperti Puncak Kompe, Puncak Tuah dan Kelok Indah yang juga menawarkan pemandangan serupa dengan Ulu Kasok namun dengan spot-spot yang menarik.

Para Ojekers pun siap mengantarkan kami ke kawasan Cubodak Hill dengan tarif Rp. 20.000,- dan dengan sedikit tawar menawar menjadi Rp. 15.000,- sampai ke lokasi tujuan. Di lokasi ini cukup berbeda dengan Ulu Kasok, lebih teduh dan lebih tenang karena banyak pepohonan dan berada di lembah bukit dan tepian danau. Disini kamu juga bisa menikmati manisnya nangka (Cubodak) yang dijual oleh pengelola tempat tersebut atau bermain sepeda air dengan tarif Rp. 20.000,- ataupun perahu dayung. Semilir angin yang sejuk serta pemandangan air danau yang hijau menjadi keasyikan tersendiri di sela-sela penantian jadwal penjemputan DAMRI untuk pulang.

Pukul 15.40 WIB bus datang dan kamipun pulang membawa cerita. Jadi buat kalian yang penasaran ingin melihat keindahan ulu kasok, yuk naik DAMRI aja.

Rahasia Dalam Sebuah Masalah

Hola, it’s been a long time sejak terakhir nulis di blog yang udah jadi sarang laba-laba ini. Di tulisan kali ini aku mau cerita ngalur ngidul karena gak ada ‘something or moment’ yang jadi bahan tulisan. Aku udah gak pernah traveling, culinary trip dan nonaktif di komunitas. Kenapaaa? Nah, aku mau jelasin itu semua disini. Sebenarnya gak penting juga sih. Siapa guwee? Tapi berhubung ini adalah tulisan random semacam cerita based on true story gitu, jadi sengelantur apa cerita ini tetap dibaca ya guys.

Anyway, aku mau cerita sekelumit kisah yang terlewatkan selama masa hibernasiku. Jadi, banyak teman-teman yang pada nanya yang biasanya aku seliweran di sosial media, entah itu ngeshare moment traveling, kulineran atau foto narsis ala model alay, kok sekarang hilang tanpa pesan. Aku juga nyadar sih sudah terinfeksi social media addict, sampai yang bisa lupa waktu gitu kalau udah berselancar di dunia maya. Atau ngepost foto alay yang ga penting dengan caption lebay. But, please don’t judge me!. Aku gitu pulak orangnya. 😀

Menghilangnya aku dari dunia per-sosialmedia-an bukan karena lagi bertapa di tibet atau lagi sibuk shooting film Dilan. Bukan!. Karena kesehatan yang saat itu lagi drop parah sampe gak bisa ngapa-ngapain.

Jadi, sekitar kurang lebih hampir setengah tahun dimana itu adalah masa terberat dalam hidup yang aku lewatin dengan perasaan bercampur aduk *ceileee. Aku harus berurusan sama yang namanya dokter, keluar masuk rumah sakit, belum lagi drama percintaan yang bikin pusing 7 keliling. Semacam eksplosif yang meledak dengan sangat kuat. Aku merasa berada di titik dimana aku benar-benar down sampe merasa hopeless. Mengasihani diri sendiri. “Kok gini amat nasib gw?!”

Terlepas dari itu semua, yang membuatku survive melewati fase itu adalah karena dorongan keluarga yang super care. Dan di fase itu juga aku menemukan semacam space time buatku untuk kontemplasi. Merenungi selama ini aku udah ngapain aja di waktu sehat. Karena begitu banyak ternyata yang peduli. Mikir, aku udah ngasih kontribusi aja buat orang di sekitar, udah sebermanfaat apa aku bagi orang banyak, khususnya orangtua. Hubungan sama Tuhan selama ini gimana? Intinya flash back lah kalo selama ini ternyata kayaknya aku berada di jalur yang salah dan pengen benerin itu semua. Change to be positive person, positive vibe and positive life. Aamiin kan coy!

Mungkin ini terdengar terlalu klise, tapi aku ga tau kalimat apa yang bisa menggambarkan itu semua. Karena selama ini aku ngerasa wasting time banget dengan semua kenikmatan yang udah Tuhan kasih tanpa memberikan influence apa-apa. Terlalu hedon lalu acuh urusan akherat. Seakan dunia cukup bagiku *duh berat.

Begitu aja sih, dan kayaknya gak ada yang bisa di-highlight dari tulisan ini. But, aku mau kasih sedikit konklusi tersirat dari kisah ini. Pertama, ketika get in trouble cobalah untuk tidak menganggap masalah itu adalah big thing that you can not be solve. Karena menurut teorinya setiap masalah pasti memiliki solusi dan jalan keluar. Kalo gak nemu juga, jalan terakhir ya tawakkal, serahin masalah lu buat yang punya dunia dan isinya ini. Its the best thing you can do setelah semua usaha atas masalahmu menemui jalan buntu. Kata orang-orang sih, semua akan indah pada waktunya *senyum mesem. Kedua, jadikan masalah sebagai pelecut semangat untuk tetap struggle for your better life. Mengira-ngira, mungkin Tuhan ngasih cobaan agar aku menjadi orang yang lebih kuat, agar aku tidak menjadi orang yang sama dengan kesalahan yang sama. Mungkin juga Tuhan sediakan ladang pahala yang sangat besar di dalamnya. Intinya BE POSITIVE aja deh. The power of problem.

#dikatrip : Memorable Trip in Yogyakarta

Aku ingin mengingat kenangan ini kapan saja ketika aku ingin. Perjalanan menjelajahi kota Budaya Yogyakarta, berbaur dengan keramah tamahan masyarakat Jawa disana meninggalkan cukup banyak kesan ketika sudah kembali ke tanah Sumatera.

Ingin kutulis jejak demi jejak perjalananku, bercerita tentang keindahan sudut kota Yogyakarta, kemegahan candi-candinya yang kaya akan nilai sejarah. Kota ini seperti memiliki sisi keindahan lain dari kota-kota besar lainnya di Indonesia. Ah, akupun telah tersihir dengan keindahannya. 

Kota ini memang penuh kenangan, aku seperti ingin berlama-lama menikmati suasana yang meskipun sederhana namun cukup berkesan. Seperti menikmati Gudeg; makanan khas kota ini; di pinggiran jalan ibukota serta angkringan-angkringannya yang seperti tak pernah kehabisan pengunjung. Belum lagi alunan musik dari musisi jalanan yang sangat piawai memainkan alat musik lokal.

Aku tak tau, apakah aku terlalu berlebihan mendeskripsikan hal yang terlalu sederhana ini. Aku seperti orang asing yang jatuh cinta pada sebuah persinggahan. Pada temaram lampu-lampu jalan di Malioboro, pada bangunan-bangunan kunonya. Kota ini lebih dari sekedar tumpukan batu tua.

***

Well, di perjalanan singkatku kali ini, aku berkesempatan mengunjungi beberapa destinasi wisata yang cukup populer di kota ini ditemani si doi dan beberapa teman asique. Berikut galeri foto serta sedikit ulasannya. Let’s check this out beibeh!

CANDI RATU BOKO

Foto by : Andika Saputra Chandra

Candi Ratu Boko

Candi ini merupakan destinasi wisata pertama yang kami kunjungi. Perjalanan dadakan tanpa itinerery namun cukup terencana dengan baik. 

Dini hari, mobil kami melaju membawa sekumpulan orang-orang yang ingin tenggelam dalam keindahan. Plan trip-nya sih berburu sunrise di spot menarik ini. Namun, setiba disana hal di luar dugaan terjadi. Objek wisata ini baru dibuka pada pukul 06.00 WIB. Sekitar setengah jam menunggu, cekrek-cekrek dulu di restoran tidak jauh dari pintu masuk candi dengan view dan scenery alam yang cukup mempesona. 

Situs seluas sekitar 25 ha ini bisa dibilang menjadi satu-satunya situs arkeologi yang memadukan arsitektur khas Hindu dan Budha. Terletak hanya sekitar 3 kilometer kearah selatan Candi Prambanan, tepatnya di kecamatan Bokoharjo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Kira-kira 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50 km barat daya Kota Solo. Jika dibandingkan dengan konstruksi candi Borobudur dan Prambanan, candi ini memiliki konstruksi yang sederhana. Kesan pertama memasuki kawasan ini kalau Ratu Boko adalah suatu kompleks kerajaan. Terlihat dari gerbang masuk yang berundak, kemudian ada pendopo, permandian, dan diperkirakan ada pemukiman-pemukiman yang dulunya berkonstruksi kayu-kayu namun yang tampak saat ini hanya pondasinya saja.

Menariknya, candi ini pernah menjadi salah satu lokasi syuting dari film yang cukup legendaris “Ada Apa dengan Cinta 2”. Kebayang dong betapa romantisanya mas Rangga dan mbak Cinta nostalgia di tempat ini. Ckckck 😅😅

CANDI PRAMBANAN

Candi Prambanan

Destinasi kedua, candi prambanan yang terletak di kecamatan Prambanan, Sleman dan kecamatanPrambanan, Klaten, kurang lebih 17 kilometer timur laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Alkisah, seperti yang kita tau dari cerita masa kecil dulu, konon candi ini dibangun oleh seorang putra raja; Bandung Bondowoso; dengan bantuan para jin. Pangeran tersebut jatuh hati pada seorang putri raja bernama Roro Jonggrang yang mensyaratkan kepada sang pangeran mendirikan seribu candi dalam satu malam. Duh, bikin baper! 😂😂 Masih mending ya perempuan zaman sekarang cuma minta dimengerti, lah zaman dulu minta dibikinin candi. Alamaaak 😆😆😁😂

CANDI BOROBUDUR

Candi Borobudur

Destinasi kami berikutnya, mengunjungi salah satu landmark terbaik Indonesia, Candi Borobudur. Borobudur adalah candi berbentuk stupa,  merupakan kuil Buddha sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.

Berlibur bertepatan dengan perayaan hari besar keagaman umat Buddha, terlihat sekelompok orang yang sedang melakukan latihan upacara keagamaan memperingati hari raya waisak. Terlihat juga patung Buddha serta beberapa petugas yang menyiapkan perlengkapan acara.

Dan destinasi penutup kami hari itu adalah Gumuk Pasir Parangtritis. Sayangnya, gelap sudah menyelimuti tempat ini ketika kami tiba. Next time, atur waktu lagi menikmati senja yang aduhai di tempat ini. 😊😊😊

***

Terima kasih teruntuk KAMU telah membawaku membuka jendela dunia dalam balutan kesederhanaan yang Jogja hadirkan pada ruang hati kita. Lain waktu, bawa aku kembali ke kota mu, kota kita. 

Salam, Rangga wannabe. *seduh teh hangat di meja kerja *back to routine 

Kelas Inspirasi Pekanbaru – Camp Relawan Panitia Lokal dan Fasilitator di Rimbang Baling

PEKANBARU – Pada awal oktober lalu, melalui sebuah pengumuman pada salah satu akun Instagram, saya menemukan informasi tentang Open Recruitment Kelas Inspirasi Pekanbaru sebagai Relawan Panitia Lokal dan Fasilitator. Nah, karena saya manusia “kepo” dan karena emang belum tau tentang komunitas ini, langsung deh googling apa itu kelas inspirasi.

Beberapa menit gentayangan di dunia maya, ngepoin IG-nya akhirnya saya sedikit paham tentang komunitas ini. Well, Kelas Inspirasi merupakan suatu wadah bagi pengajar muda atau profesional yang memiliki tekad berkontribusi pada misi perbaikan pendidikan di Indonesia dengan berbagi cerita tentang profesi mereka kepada anak-anak sekolah dasar yang dilaksanakan dalam 1 hari. Komunitas ini bermula dari teman-teman Indonesia Mengajar dan beberapa teman profesional yang ingin berkontribusi pada pendidikan Indonesia, maka lahirlah konsep Kelas Inspirasi.

Yapp, udah pada ngerti kan kelas inspirasi itu apa? Untuk lebih jelas silahkan cek web http://kelasinspirasi.org/ ya gaes!

Nah karena ketertarikan saya pada dunia pendidikan khususnya dalam ranah pendidikan sekolah dasar, akhirnya saya putuskan untuk daftar sebagai relawan. Dan selang beberapa hari kemudian saya menerima email pengumuman seleksi dan yeeaay… saya diterima. Badewey, ini adalah kali ke-4 pelaksanaan Kelas Inspirasi Pekanbaru dan juga ini adalah kali pertama saya mengikuti kelas ini sebagai relawan.

Sebagai tahap awal, seluruh peserta diwajibkan mengikuti Camp Panitia Lokal dan Fasilitator dimana camp ini bertujuan untuk :
1. Menyamakan visi dan misi mengenai Kelas Inspirasi
2. Memahami dan mendalami mengenai Kelas Inspirasi
3. Membangun rasa bekerja sama antara panitia dan fasilitator
4. Pelatihan fasilitator
Camp ini diadakan di Stasiun Lapangan WWF Indonesia, Bentang Alam, Rimbang Baling. Hal tersebut semakin membangkitkan semangat saya untuk menjadi bagian dari komunitas ini, rasa ingin tau saya yang amat besar terhadap komunitas ini serta rasa penasaran saya terhadap lokasi camp nya yang merupakan wilayah konservasi alam yang terletak di Kabupaten Kampar sekaligus menjadi lokasi camp organisasi perlindungan satwa World Wildlife Fund (WWF) yang bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Kampar untuk membantu melindungi Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, Riau. Hutan lindung yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat ini memiliki luas 136.000 ha. Ada beberapa sungai mengalir di dalamnya, salah satu diantaranya ialah Sungai Subayang yang merupakan ikon kawasan lindung ini. Banyak sekali masyarakat tinggal disepanjang aliran sungai ini, dan mayoritas adalah Suku Melayu. Mereka sangat menjaga kebersihan sungai, airnya bening dan nyaris tidak ada sampah. Wah wah RESPECT!!!

Kembali ke laptop! Kita tinggalin dulu Rimbang Baling serta keindahannya. Hari keberangkatan mengikuti camp pun tiba. Sabtu 08 Oktober 2016 sesuai dengan instruksi panitia, seluruh peserta berkumpul di Gerbang MTQ Jln. Sudirman Pekanbaru pada pukul 13.10 wib. Seperti biasa, ngumpulin banyak orang dalam satu waktu adalah sesuatu yang langka untuk berkumpul tepat waktu. Kebiasaan “Ngaret” emang udah sesuatu yang wajar dan patut dimaklumi. Dan kali ini ngaretnya udah kebangetan, ±2 Jam nungguin segala sesuatunya fix sebelum berangkat. Agak kesal sih sebenarnya bosan menunggu lama, cuma kebosanan sedikit terusir ngobrol ngalor ngidul sama kenalan baru. Share pengalaman volunteering serta menguak cerita tentang Kelas Inpirasi itu sendiri.

Armada kamipun bergegas meninggalkan pekanbaru menuju lokasi camp. Perjalanan menempuh jarak kurang lebih 3 jam. Gelap mulai menyelimuti perjalanan kami saat memasuki desa Tanjung Belit Kampar Kiri. Lalu, sekitar pukul 19.00 kami pun tiba. Perjalanan ternyata belum berhenti sampai disitu, kami harus berjalan kaki lagi menuju sungai yang telah disediakan perahu serta life vest bagi para peserta camp. Ini merupakan sebuah pengalaman baru bagi saya, menyusuri sungai dengan menggunakan transportasi air yaitu sebuah perahu mesin yang masyarakat setempat menyebutnya Piyau. Dengan kapasitas yang bisa mengangkut sekitar ±15 Orang, perahu ini melaju membawa kami menikmati desir angin serta deru air sungai subayang.

Lebih kurang 10 Menit perahu kami menepi, disambut sebuah bangunan kayu 2 lantai dengan tangga di sisi kanan dan kirinya. Sebagian areal lantai 1 dibiarkan terbuka tanpa dinding, di areal ini terdapat 1 kamar tidur, gudang, dapur serta 3 kamar mandi. Areal lantai 2 terasa sangat luas karena nyaris tanpa sekat, hanya ada 1 lemari penyimpanan yang letakkan di tengah ujung ruangan.

Beristirahat sejenak setelah merapikan barang bawaan dan tentunya setelah makan malam. Kegiatan lalu dimulai, diawali dengan sesi perkenalan satu persatu peserta camp kemudian mendengarkan pemaparan oleh pemateri tentang visi dan misi dan Sikap Dasar Kelas Inspirasi. Seluruh Pemateri (Kak Mike, Mas Yuda, Kak Esil dan Kak Fajar) menurut saya sangat komunikatif dalam penyampaian materi, diselingi dengan permainan yang membuat kami betah mengikuti aktivitas ini hingga lupa waktu. Ya, kegiatan disudahi sekitar hampir pukul 01.00 WIB. Have fun banget deh pokoknya!

Hari kedua camp lebih seru lagi, banyak permainan edukatif dan yang pasti fun. Dalam permainan ini seluruh peserta dibagi dalam 4 kelompok yang masing-masing terdiri dari 5 orang. Setiap kelompok diketuai oleh 1 orang cowok berhubung peserta cowok yang mengikuti camp hanya 4 orang. Saya memimpin kelompok 1, dengan 4 anggota yang kece-kece (Acikiwirr). Permainan tentu tidak selesai begitu saja, dilakukan penilaian terhadap masing-masing kelompok dengan pengumpulan poin pada setiap permainan. Kelompok dengan poin terbesar berhak membawa hadiah 1 unit pajero sport (Enggak ding, hahah) hadiah hiburan yang telah disiapkan oleh panitia. Bla bla bla, permainan pun kelar dan kelompok kami Menaaaaaaaangg,, yeeeaaaaay!!! *agaklebay

Seluruh rangkaian kegiatan selesai pada pukul 13.00 WIB, dilanjutkan dengan makan siang lalu packing bersiap meninggalkan areal camp. Ohya, makanan disini juga enak. Kalau bukan karena jaim saya udah nambah 2 kali mungkin…Hahahaa.

Sebuah Perjalanan

Hari itu akhirnya tiba, dikala pagi masih menawarkan kesejukan dan kasur yang nyaman, seolah merayu diri untuk tetap terbaring menghabiskan waktu di hari minggu yang cerah untuk merelaksasi tubuh dari kepenatan rutinitas sehari-hari. Ya, hari itu adalah hari yang kita nanti. Melakukan perjalanan ke Provinsi tetangga, Sumatera Barat, setelah menyusun rencana yang begitu lama.

Perjalanan ini memang bukan perjalanan yang panjang. Bahkan terlalu singkat. Satu hari menjelajahi sebuah tempat yang menyajikan begitu banyak pesona alam yang luar biasa, Payakumbuh. Kota ini adalah kota yang kita harapkan mampu melepas beban yang bertumpu pada pundak kita, menenangkan fikiran dan menentramkan jiwa. Suguhan pemandangan alam, tebing-tebing terjal yang terukir begitu indah, deburan ombak yang berbisik pada bibir pantai, hamparan sawah nan menghijau seolah menyihir kita untuk larut bersama harmoni alam yang Tuhan ciptakan begitu sempurna.

Nyiur kelapa yang melambai-lambai seperti menyambut kehadiran kita menjejalkan langkah pada bumi pertiwi. Kita tergugah, ingin rasanya bersemayam di bawah kerindangan pohon sambil menikmati secangkir kopi hangat, sehangat sinar mentari yang mengintip di celah-celah dedaunan.

Armada kita melaju, menyusuri bentangan alam sembari mendengarkan alunan melodi khas tanah minang. Lalu berhenti pada sebuah tempat yang menampilkan arsitektur yang luar biasa. Sebuah tempat yang dinamakan Kelok Sembilan. Terlintas potret ketakjuban saat mata kita tertuju pada sebuah mahakarya manusia, pada sebuah jembatan yang membentang meliuk-liuk menyusuri dua bukit terjal dengan beton yang gagah menjulang.


Puas rasanya menghirup udara pagi perbukitan yang segar, di hamparan alam yang hijau. Menghimpun energi baru menyongsong destinasi selanjutnya. Tidak seperti jalanan di ibukota, sesak dengan keriuhan klakson mobil yang bersahutan. Perjalanan kita kali ini cukup lancar, tidak ada antrian kendaraan di jalanan.

Welcome to harau! Ya, kita sampai di destinasi wisata yang pertama. Gemuruh air terjun yang jatuh di undakan batu-batu besar, serta teriakan riang pengunjung lainnya seakan memacu kita untuk segera berbaur menikmati gemericik air sejuk yang sesekali membias wajah kita. Di tepi bebatuan kita bercengkerama, menikmati “Kerupuk Mie” makanan sederhana sembari menceritakan hal-hal lucu yang mengundang tawa.

Kitapun beranjak, mengunjungi destinasi wisata yang berada tidak begitu jauh dari tempat sebelumnya. Sebuah sajian panorama alam yang begitu memukau mata, terdapat aliran sungai dengan kanal-kanal yang mengalir tenang, sampan-sampan kecil berbaris rapi, serta dikelilingi dinding dari bukit-bukit terjal. Kitapun berlayar, mendayung sampan kecil berwarna kuning mengelilingi aliran kanal sembari menikmati es krim. Oh sungguh menyenangkan perjalanan kali ini.

Waktu seperti terlupakan, tapi naga di lambung kita seakan meniupkan peluit keras pertanda waktu makan siang telah tiba. Melipir ke sebuah rumah makan yang menyajikan masakan khas negeri padang, satu persatu dari kita memilih menu yang bervariasi. Yaa, kenikmatan dendeng dan ayam pop buatan si uda sudah cukup buat menenangkan naga yang kelaparan disana.

Perut sudah diisi, tenaga kita seperti diisi ulang kembali dan siap melanjutkan perjalanan menuju destinasi berikutnya.

Tak lama, kitapun tiba. Menepikan armada di sebuah tepian sungai yang mengalir deras di sela-sela bebatuan. Kitapun bergegas, seperti kawanan burung yang lepas dari sangkar kemudian ingin terbang bebas menyusuri setiap lekuk alam yang begitu indah. Langkah kita begitu ringan, seperti anak-anak sekolah dasar yang menyambut liburan sekolahnya, berlari dengan riang gembira menikmati setiap momen yang tidak ia rasakan saat berada di sekolah.

Kapalo Banda Taram, sebuah aliran sungai yang cukup luas dilengkapi dengan rakit yang terbuat dari bambu dengan pemandangan alam yang hijau. Kembali, bukit-bukit menjulang tinggi tampak berdiri kokoh di belakangnya.


Matahari sepertinya hendak meninggalkan peraduannya, awan sudah mulai terlihat gelap. Menjelang senja hari tiba, tidak kita lewatkan mengunjungi Gua Ngalau sebagai destinasi wisata terakhir kita. Memasuki sebuah gerbang dengan jalan yang mendaki, dijumpai sebuah gua alam dengan beberapa mulut gua sebagai akses masuk dan keluar. Di dalam gua besar ini kita dapat melihat keindahan stalagtit dan stalagmit yang masih terjaga dengan baik. Suara riuh kelelawar yang menghuni gua ini cukup membuat kita merinding, hewan nokturnal ini mungkin saja bersiap menyambut malam tiba untuk mencari makanan.


Malam datang mengambil perannya, saat tenaga kita sudah  terkuras habis menyambangi beberapa destinasi yang telah kita kunjungi, saat itu juga perjalanan kita diakhiri. Ya, ini adalah sebuah perjalanan seru yang akan menghiasi ruang memori kita.

Perjalanan malam yang terasa dingin, menguatkan keinginan kita untuk mampir sekedar menghangatkan tubuh dengan menikmati segelas bandrek hangat di sebuah tempat makan yang cukup populer “Bandrek House”. Ini akan menjadi makan malam dan penutup perjalanan kita. Perjalanan yang meresap jauh ke relung ingatan, perjalanan yang akan kita kenang selamanya.

Menghapus Luka

Aku sudah berusaha mengatakan lupa pada hadirmu, pada senyum yang pernah memberi warna, pada jemarimu yang menguatkan begitu banyak hati yang terluka. Apalah dayaku, melupakanmu dengan segenap cinta yang masih enggan berlalu. Bias wajahmu seakan ingin menetap lama di pelupuk mataku, hingga tak satu apapun mampu mengusirnya berlalu.

Aku juga sudah berusaha meyakinkan hatimu untuk tetap melabuhkan rasa pada kesederhanaan hatiku, membuatmu merasa nyaman menepi di sudut hati yang kadang terkikis oleh riak kecil kebimbangan. Namun, aku mengerti, sudut hatiku mungkin saja terlalu gelap untuk kau singgahi. Aku hanya terlalu berharap engkau bersedia memberi sedikit cahaya pada hati yang menanti terlalu lama.

Tahukah kamu. Tak satu haripun kulewati tanpa khawatir kehilanganmu. Kubantah segala keraguan tentang segala hal yang mencoba mengatakan keburukanmu. Kupertahankan hatiku untuk menerima segala keegoisanmu agar tetap terpaut cinta yang selama ini sekuat tenaga aku perjuangkan. Aku terlalu naif menyadari bahwa hanya aku yang berjuang tanpa ada sedikitpun usaha darimu. Bukankah cinta adalah milik dua orang yang saling berjuang?

Sudah cukup lama ku korbankan perasaanku. Menjadi orang yang selalu memendam harapan pada orang yang tak pernah berharap apa-apa pada hubungan ini. Selalu mencoba mengerti pada orang yang tak pernah mengerti akan hatiku. Aku lelah pada ketidakpedulianmu. Apa kau juga tak lelah berpura-pura seperti tak mengenal luka? Luka yang pelan-pelan membunuhku menjadi debu.

Angin terlalu terburu-buru membawamu pergi. Sedang hatiku masih ingin bersandar lebih lama. Engkau memilih berlalu, saat aku benar-benar telah menjatuhkan hati, saat aku sudah menempatkanmu di tempat yang tak orang lain tempati.

Sudah cukup kau menyalahkanku atas kepergianmu. Kau memilih pergi pada hati yang kau sebut lebih memberikan kenyamanan, lantas membuatku menjadi orang yang paling bersalah sebab tak sanggup memberikan tempat yang nyaman untuk hatimu tinggal.

Melupakanmu mungkin adalah hal yang sulit bagiku. Sebab dalam waktu yang begitu lama aku hidup dalam harapan bahwa kelak engkau adalah awan yang menaungi setiap perasaanku. Aku tak tau apakah aku bisa menghapus luka yang kau jejakkan pada hatiku. Sebab sebagian hatiku telah pergi bersama keegoisanmu. Lalu bagaimana bisa ia utuh tanpa aku bisa merengkuhnya kembali darimu.